Dia yang Membuatku Lebih Islami

Oleh Aldy Firanata


 Pergi pagi dan pulang sore tiap hari sudah menjadi runtinitas bagi seorang pemuda yang bernama Rudi. Bagaiman tidak, dia berkerja sebagai kasir di sebuah kafe ternama di Jakarta “Strabuck” namanya. Namun kalo malam ia digantikan oleh temannya. Semacam berbagai tugas menjaga kasir begitulah kiranya. Rudi merupakan seorang yang giat dan gigih jika dilihat dari sudut pandang teman-temannya. Itulah banyak orang yang kagum kepadanya.


Namun tidak untuk Rudi sendiri, bekerja di sana membuat waktunya seperti terkuras untuk beribadah. Seperti saat dia lupa meninggalkan salat dzuhur dan asharnya, atau kelelahan setelah pulang kerja dan melupakan salat magrib atau isyanya. Namun, beruntungnya dia saat menemui teman yang bernama Nia, karena ia yang sering mengingatkan salat ketika Rudi sedang sibuk-sibuknya bekerja.

“Rud kamu udah salat belum ini udah hampir jam setengah tiga lo,” ujar Nia bertanya.

“Haduuh, aku lupa Nia. Saking sibuknya banyak pelanggan, terima kasih yang udah diingetin,” jawab Rudi sambil memasang muka berterima kasih.

Nia menjawab sambil memasang muka masem “Iya.. iya.. gih salat sana. Dasar gak tau waktu kalo udah bekerja,”
“Siap laksanakan komandan,” pungkasnya ucap Rudi.
Rudi pun pergi ke tempat salat dan Nia mengantikan Rudi sebentar untuk menjaga kasir. Bagi Nia mengingatkan salat, terkadang membawakan makan untuknya yang sering lupa makan adalah bentuk kasih sayang ia curahkan dalam bentuk perhatian. Begitu juga Rudi yang merasakan perhatian Nia yang ia rasakan.

***

Sewaktu pagi di kafe, Nia berjalan dengan tak sengaja terpeleset dan menumpahkan kopi yang ia bawa.
Dubrakkkk… “bunyi ketika Nia menumpahkan kopi tersebut,”
Rudi pun mencari sumber bunyi terebut dan melihat Nia sudah menumpahkan kopi-kopinya.
“Pegang tanganku Nia, biarku angkat kamu,” ujar Rudi.
“Tak usah rudi, tak usah repot-repot. Lagi pula kita ini bukan mahramkan,” jawaban Nia
“Oh iya Nia, biar aku ambil kain pel untuk membersihkan tumpahan kopi ini,”  Rudi berkata sambil bergegas berjalan mengambil kain pel.
Jawab Nia “Terima kasih Rudi, maaf merepotkan”
Rudi yang kagum kepada Nia yang sering mengiatkannya walau itu hal yang kecil, seperti saat mengingatkan tidak boleh memegangya. Itulah Nia, membuat Rudi menjadi lebih Islami menjalankan kehidupan sehari-harinya.

Nia memang tak masuk pada hari sabtu karena telah meminta izin ke bosnya untuk urusan keagamaan, terkadang membuat hati Rudi tak menentu. Sepertinya ia ada yang hilang saat Nia tak mengingatkannya untuk sekedar salat saja. Namun ia tak begitu lupa dengan ku karena ia mengiatkanku di chat whatsapp, tak hanya ketika hari sabtu saja namun ketika ia pulang dan kelelahan dan sering lupa melaksanakan salat magrib dan isya.

Saat itu ia mengingatkan malam hari ketika Rudi sedang hampir tertidur pulas, terdengar dering ponsel yang nyaring sekali.
“kring… kring..” bunyi ponsel Rudi.
Rudi menjawab ponsel itu “halo, kenapa Nia. Apakah engkau sedang rindu kepadaku, hingga menelponku malam-malam begini,”
“Halah bacot… kenapa gak balas chat ku tadi, pasti tertidur pulas ya,” ujarnya Nia menjawab dan terdengar menggerutu.
“Iya Nia, maaf ya. Aku tertidur tadi. Ini pesanmu udah kubaca, ia aku bentar lagi salat nih..” Rudi berkata sambil sedikit menguap.
“Jangan nanti-nanti mau gue tonjok lo besok di kafe,” Nia sambil menggurutu lagi
“Hmmm iya siap, dah aku mau salat dulu ya bye,” Rudi sambil hendak ke kamar mandi untuk wudhu
“Bye… dasar,” Nia menutup teleponnya.

***

Bagi Nia mengingatkan Rudi untuk salat atau sekedar menjauhinya karena dia bukan mahram adalah bentuk cinta yang ia utarakan, walau sekali itu hal yang mustahil kita dapat menjalin hubungan yang lebih serius. Nia yang serang penganut agama Kristen yang taat, takkan mudah untuk berpaling dari agamanya. Apalagi ditambah dengan Rudi yang masih setengah-setengah menjalankan agamanya sendiri dan perlu diingatkan, bagaimana ia bisa menuntukan andai saja aku menjadi seorang mualaf.

Nia tau mengenai Islam karena ia banyak temannya yang beragama islam, Nia sedikit mengorek-mengorek apa saja mengenai Islam itu. Temannya juga sangat baik kepadanya selalu memberi tahu Nia, walaupun temannya tidak tahu untuk apa Nia bertanya itu kepadanya. Misalnya saja waktu salat itu kapan saja, atau apa yang perlu dihindari ketika bertemu lawan jenis.

Itulah yang membuat Nia selalu mengingatkan Rudi, tetapi disatu sisi Nia masih ragu saat harus menerima cinta Rudi dulu waktu mereka masih dengan canggung untuk bertelponan atau sekedar menyapa. Andai saja Rudi bisa berubah menjadi lebih baik, mungkin ia akan menjadi seorang mualaf dan akan menerima cinta Rudi bukan dengan pacaran melainkan ketika ia akan menikahinya. 

Di sisi yang lain Rudi juga beranggapan ini merupakan hal yang mustahil ketika mencintai seorang yang berbeda agama dengannya. Mungkin ini belum takdirnya, kalau saja ia mau menjadi mualaf mungkin sudah aku lamar dan nikahi dia. Tapi tak tahu kenapa saat aku membujuknya Ia masih ragu untuk menjadi seorang mualaf, tanpa alasan yang jelas.

Comments

Post a Comment

Like, comment, and share. Terimakasih 🙂🙂🙂