Siapa yang Sangka

 Oleh: Aldy Firanata


Janji yang pernah aku rawat sejak dini, pada tempa ia yang memanggil nama orang-orang dengan sebutan gila. Suatu ketika puing-puing itu jatuh berguguran begitu saja. Luapan kekecewaan dengan nada yang tergagap-gagap. Tetapi dia membisikan sebuah puisi untukku, bunyinya seperti ini.

Rawat

 

Bunga riuh tawanya

Sedang tak baik sekarang

Teruntuk masa-masa sulit

Tetaplah tenang hingga tak sendu sedihnya

 

Seandainya ia bisa kembali normal menghadapi dunia ini, entah apa yang akan aku tak hiraukan lagi selain suatu bahagia dan kesenangan. Tapi mengapa hal ini terjadi, dia yang aku cintai menjadi gila karena kecelakaan yang pernah dialami saat dia akan pergi ke tempat kuliahnya.

Setiap hari aku selalu menjenguknya di rumah sakit tempat dia dirawat. Aku membawakan dia buah-buah kesukaanya yaitu apel, tapi mengapa sejak dia jadi gila dia tidak menyukai itu. Dia lebih menyukai buah pir yang diberi oleh dokter yang merawatnya.

Dulu waktu aku mengingat saat bersama dia. Banyak kenangan manis terukir. Gelak canda dari kami berdua terasa riuh dan tak bertepikan. Rupanya sekarang pupus, sirnalah sudah.

 

***

Suatu ketika aku bertemu seorang gadis ketika aku sedang melamun di taman. Sosok itu pernah aku lihat tapi aku sedikit lupa. Aku mencoba mengingatnya kembali, ia adalah Jingga, orang yang menjadi cinta pertamaku. Aku mencoba memanggilnya dan dia menghampiriku. Kamu Bintang ya, temanku dulu waktu SMP “Katanya sambil melengsungkan pipinya tersenyum”. Ia aku Angkasa orang yang dulu se-SMP denganmu.

Kami banyak berbicara disitu, sekedar mengingat masa lalu atau bertanya rencana untuk kedepan masing-masing. Aku juga sempat menceritakan tentang kekasihku Barika. Dia menanggapi agar aku harus merawatnya seperti engkau merawat sebuah pohon, dan jaga dia seperti engkau menjaga dirimu sendiri.

 Entah mengapa sejak aku bertemu dengannya lagi rasa itu tumbuh kembali. Pertanyaanku sekarang apakah sebaiknya aku berpaling atau tetap dengannya. Aku mulai memikirkannya terus-menerus.

***

Hari demi hari berjalan seperti biasa, aku yang masih berkuliah senantiasa sepulangnya menjenguknya. Satu kampus dengannya itulah mengapa membuat benih-benih cinta itu tumbuh. Aku teringat pada sebuah puisi yang pernah aku berikan padanya.

 

Berjemputan Satu

 

Bila goyah itu rasa

Tolong tetapkan pada sang diam

Bila yang tidak terpancing

Coba ambil umpan baru

 

Rasa-rasanya sudah lama aku tak menulis lagi mengenai dia. Pikiran dan sanubariku sekarang sedang memikirkan Jingga yang senantiasa terlintas tanpa sengaja. Panjang memang rancu yang harus dan akan aku alami ini. Tapi aku mencoba bersabar untuk hati.

Ada waktu atau rupa yang harus masih tetap bersama, dijaga. Bukan hanya yang datang, namun hati gusar dibuatnya. Entah nanti pilihan itu berbenturan atau sejalan lurus dengan hatinya. Dia masih cukup bingung dengan dirinya sekarang.

 

***

Aku Jingga dulu sewaktu aku mengenal Angkasa tidak ada rasa yang mencuat di hatiku. Bila aku bertemu dia tadi sore, entah kenapa rasa itu muncul seketika dan membuat diriku terpesona dengannya. Namun, aku harus pupuskan harapanku untuknya, karena dia sudah ada yang punya. Itulah mengapa beberapa hari ini aku tak nyaman selalu memikirkannya.

Manusia itu ibarat sarang luka jika kataku. Sedikit saja kita mengecewakannya maka mereka akan mengingatnya dan merasakan kepedih tersebut. Itulah mengapa aku juga tidak ingin bermain-main dengan cinta yang nyata akan berdampak untuk kita dan orang lain.

Di rumahku banyak peninggalan barang hadiah dari mantan, itulah mengapa aku membuangnya ataupun memberikannya pada orang lain. Agar tak terjadi luka yang semakin menyayat.

Boleh saja engkau menghinaku karena terlalu cengeng atau terlalu terbawa perasaan. Tapi inilah aku yang apa adanya. Toh juga jika aku bersama dia nanti belum tentu dengan perasaannya. Karena mencintai tidak harus memiliki dan memiliki juga belum tentu dicintai.

 

***

 

Nama rumah sakit tempat ku bekerja adalah R.S Mekar Sari terletak tak jauh dari apartemen tempat aku tinggal. Bekerja kurang lebih lima tahun di rumah sakit tersebut membuat aku lebih paham seluk beluknya. Terutama pada tempat UGD, IGD, dan lainnya tempat pasien biasa menginap.

Siang yang cerah, aku juga terbiasa merawat pasien yang sedang mengalami ganguan jiwa. Salah satunya adalah mantan kekasihku sendiri. Aku mengenalnya sejak kita penah satu sekolah dulu waktu SMA. Dia adik kelasku waktu SMA, ya namanya Barika.

Andai tahu dia seorang yang masih aku kenang sampai sekarang. Kita putus bukan karena masalah yang rumit tapi lebih kepada aku yang ingin fokus untuk belajar mempersiapkan masuk kuliah.

Dia sebenarnya tidak benar-benar gila, dia hanya berpura-pura aku tahu itu. Tapi aku tutupi itu, agar aku dapat selalu menjaganya dan dia juga tampaknya nyaman. Ini merupakan hal yang tidak wajar bagiku, tapi beginilah keadaanya sekarang.

Kekasihnya pun tidak tahu mengenai aku adalah mantannya dan sakit ini adalah sebuah kebohongan, bila tahu mungkin ia akan kecewa dan marah padaku dan Barika.

 

***

 

Barika yang selama ini dianggap gila ternyata hanya berpura-pura saja agar dia lebih dengan mantan kekasihnya yang dulu. Hingga dia rela dirawat dan diperlakukan selayaknya orang tidak waras. Dia pun berakting sebisanya mungkin untuk mengelabuhi semua orang.

Pada suatu ketika bertemu dengan dokter tersebut yang merawatnya, disuasana yang hanya mereka berdua. Dia mengucapkan sesuatu kepada dokter tersebut.

 

Barika: Aku sebenarnya tidak benar-benar gila!

Dokter: Aku sudah tahu itu

Barika: Haaa.. kamu tahu ini, tapi kenapa kamu tidak bilang kepada semua orang tentang ini

Dokter: Aku masih sayang padamu dan aku ingin menjaga dan merawatmu, jadi itu alasanku

Barika: Ahhh, terhuraa eh terharu. Aku juga sebenarnya masih sayang sama kamu

 

***

Angkasa yang dari siang tadi menyiapkan sesuatu untuk dibawa ke tempat Barika dirawat. Bergegas menyiapkan dirinya pula dan pergi kesana. Sambil memanaskan mobil yang biasanya ditunggangi bersama Barika. Dia berencana untuk mengajak Barika pergi ke taman, mungkin itu akan sedikit membuatnya tenang.

Pada saat perjalanan yang cukup memakan waktu. Angkasa berpapasan dengan mobil yang ia kenali itulah adalah dokter yang merawat Barika. Tapi dia juga melihat Barika di dalamnya bersama dia. Angkasa pun mengikutinya perlahan dari belakang agar tidak diketahui.

Sesampainya di sebuah kafe mereka turun dan Angkasa melihat mereka duduk berdua memesan sebuah kopi. Betapa hancurnya hatinya melihat mereka berdua, dan kebohongan dari Barika. Ia pun dengan daya yang tak kuat lagi menjatuhkan bunga dan coklat yang sudah ada isi namanya di depan kafe. Dia pulang dengan perasaan kecewa yang amat besar.

Tanpa sengaja Barika dan dokter tersebut melihat bunga dan coklat tersebut. Di sana tertulis sebuah nama Angkasa Wijaya. Mereka terdiam dan tak banyak berkata apa-apa, kebohongan mereka sudah cukup untuk membuat mereka membisu dan mematung.

Comments

  1. 😭 pada akhirnya ia tetap ditinggal sang kekasih

    ReplyDelete
  2. Kejujuran itu sangat penting yahh, kasihan angkasa jagain jodoh orang:')

    ReplyDelete

Post a Comment

Like, comment, and share. Terimakasih 🙂🙂🙂