Atas Doa-doa

Oleh: Aldy Firanata


Cerita dimula saat waktu terhenti dengan seketika, melihat seorang cantik rupa dan membuat tenang sanubari. Berpapasan saat waktu lonceng pertama masuk sekolah di Pesantren Raudhatul Ulum. Dia membawa sebuah buku yang berisi kitab-kitab untuk dipelajari. Tak hanya membawa buku yang berisi kitab, di tangan kirinya dia menggotong sebuah tas pundak yang dipakai miring. Berbeda dengan kelasku, karena di Raudhatul Ulum atau sebut saja RU, tempat antara santriwan dan santriwati dipisahkan gedungnya. Aku hanya bisa melihatnya dari gedung yang letaknya jauh dari tempatku. Pernah sesekali, saat di Musala berpapasan, namun tak sampai hitungan kedip mata dia telah berada di belakangku.

Aku mencoba iseng di sebuah situs pengelola data di RU. Website tersebut memang untuk mengelola data santriwan dan santriwati. Kebetulan aku tahu kelasnya, jadi langsung saja aku membuka kelasnya. Ku temukan wajah yang mirip dengan biasanya berpapasan dengan ku, namanya aku panggil dia Ima. Nama pendek yang cocok ketika aku membacanya, begitu gurauku dalam hati. Ditengah gurauanku aku tiba-tiba terkejut dengan temanku yang tanpa sengaja telah di belakangku. "Hayoloh.. ngapain kamu liat-liat foto santriwati, kamu naksir ya," "Enggak gitu juga kaliii, Suep bin Abdul Qodir. Aku hanya ingin tahu nama-nama orang yang mondok di sini," "Alah.. belagak lempar batu sembunyi tangan hehe, jelas-jelas kamu senyum-senyum tadi." Aku merasa terpojokkan dan aku langsung mematikan ponselku, dan aku bilang mau tidur udah ngantuk, byee.

Itulah merupakan kisah dimana aku mengenalnya walau dia tidak tahu siapa aku. Namun agaknya kini telah tiba hari kelulusan, semua santriwati dan santriwati sudah memikirkan jalannya masing-masing, termasuk Ima yang beredar kabar ingin masuk ke sebuah perguruan tinggi di dekat RU yaitu Universitas Sriwijaya. Setelah sekian lama aku mengenalnya, ternyata Umi-nya seorang Guru Bahasa Indonesia, mungkin itu yang membuatnya ingin masuk Bahasa Indonesia, pikirku dalam hati. Tapi bukan itu yang aku pikirkan saat ini, namun bagaimana jika nanti aku tak dapat bertemunya lagi. Setelah ia masuk Universitas Sriwijaya dan aku yang pulang kampung ke tempat asalku di Jawa Timur tempatnya di kota Surabaya. Aku pulang hendak meneruskan perjuangan Abi yang telah mendakwahkan Islam khususnya di Tanah Jawa. Mungkin ini jalan yang terbaik yang harus aku jalani sekarang, mungkin toh jika jodoh ia akan bertemu lagi.

Setelah beberapa bulan dari kelulusan akhirnya ada info bahwa Ima diterima di UNSRI sebutan Universitas Sriwijaya, masuk di Program Studi yang telah ia rencanakan yaitu Bahasa Indonesia. Aku senang mendengar dia mendapat kabar gembira, tapi disatu sisi aku sedih karena aku juga akan kembali ke Jawa. Aku yang esok harinya akan pulang tersebut mencoba menghampiri dia didekat papan pengumuman yang lolos SNMPTN, aku mengucapkan selamat padanya. Dia juga ternyata senang mendengar ucapan tersebut, terima kasih ya ucapannya. Kamu anak IPA 2 ya, aku sering mendengar namamu disebut dari para santriwati. Gak mungkinlah, aku tidak setenar itu. Merendah yang melangit ya kamu. Hahahah "gelak tawa diantara keduanya", besok aku mau pergi ke Jawa, aku juga mau sekalian pamit sama teman-teman di sini. Owalah, iya hati-hati ya, semoga kita dapat bertemu lagi. Sungguh gembira disaat terakhir bisa mengajaknya mengobrol, entah kapan bisa berbicara lagi dengan atau sekedar bertegur sapa.

Keesokan harinya pesawat yang berada di Sultan Mahmud Badaruddin II telah siap untuk terbang ke Jawa, aku bersama koper dan kardus-kardus berisi baju yang selama ini aku pakai aku bawa serta, sisanya aku sudah titipkan sama teman yang masih di sana untuk mengirimnya lewat kantor pos atau jasa pengiriman lainnya. Sebagai ucapan terima kasih, aku lebihkan uang yang untuk mengirimkan barang-barangku. Saat sudah berada di pesawat aku hanya dapat mendoakan seseorang yang entah kenapa selalu ada dalam benakku. Ya, benar saja dia Ima. Aku mencoba untuk merekatkan tubuhku sejenak, untuk agar tidak kepikiran dia terus sambil menunggu pesawatnya sampai ke tempat tujuanku. 

*****

Berada di Jawa sekitar lima tahun sudah membuatku tidak berpikir bahwa akan bertemu dia lagi. Mungkin sudah seharusnya aku menanggalkannya dan mencari pendamping hidupku. Namun, tidak bisa dipungkiri rasa itu masih sama dan akan selalu menjadi tanda tanya. Bagaimana ia sekarang? Apakah ia sudah lulus dan menikah? Aku hanya bisa selalu bertanya dalam benakku. Begitu juga Abi dan Umi yang telah merongrong untuk menyuruhku cepat menikah atau kalau tidak ia akan menjodohkannya dengan seseorang yang telah dipilih.  Ditengah kebingunganku berdakwah aku juga harus bingung bagaimana aku bisa mendapat infonya tentang dia. Aku bertanya kepada salah satu temannya yang aku hubungi melalui ponsel, mengatakan bahwa dia telah pindah dan tidak berada di sana lagi. Itulah yang membuat kecil harapanku. Aku hanya bisa berpasrah dan berdoa, karena tenggat waktu yang telah ditentukan yaitu satu bulan.

Dalam waktu satu bulan aku mencoba untuk salat istikharah untuk apakah yang telah ditentukan kedua orang tua itu baik bagiku dan untuk kehidupanku nanti. Dalam jawaban yang aku tunggu, aku tengah membaca Al Qur'an tanpa sengaja terkena hembusan angin dan terbukalah sebuah surah Al-Hujarat ayat 13 yaitu yang artinya adalah sebagai berikut, “Sungguh, kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan, kemudian Kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal.” Apakah itu mungkin adalah jawaban dari doa dalam salat istikharah-ku, bahwa aku harus menyetujui perjodohan ini. Dan telah aku putuskan bahwa apapun nantinya aku akan menerima perjodohan ini, karena jawaban yang kucari telahku dapatkan tanpa terduga-duga. 

Sebulan sudah masa yang ditentukan, akhirnya hari perjodohan itu tiba, aku dibawa ke rumahnya, kata Abi, ayahnya adalah teman dekat Abi saat mondok dulu. Mungkin kamu tidak akan terkejut melihatnya, sudah sangat tidak asing bagimu. Ternyata memang benar aku sudah tidak asing siapa yang dijodohkan kepadaku, ia adalah Ima. Ternyata dia pindah ke Jawa agar lebih dekat dengan nenek dan kakeknya, itu juga yang baru aku tahu bahwa dia selama ini dekat dengan ku dan satu kota dengan ku. Aku sangat bersyukur, mungkin ini adalah jawaban dari semua doa-doaku.

Comments

  1. Terdengar seperti sebuah kombinasi pengharapan dan kisah nyata :D

    ReplyDelete
  2. waaah, cukup kepo yaa mencari nama santriwati di website nya :D

    ReplyDelete
  3. Lima paragraf pertama aku merasa ini kisah nyata.
    Selanjutnya? Entahlah. Is it true story or just fictional that based on true story?

    ReplyDelete

Post a Comment

Like, comment, and share. Terimakasih 🙂🙂🙂