Cerita Satu Hari di Palembang

Karya Aldy Firanata



Tik... tik.. tik, hujan mengawali langkahku hari ini. Sambil menunggu hujan reda aku bersiap untuk akan pergi ke Palembang, tepatnya di Benteng Kuto Besak, sungai Sekanak, dan pondok pesantren Muqimus Sunah. Setelah siap dan hujanpun mulai reda, akupun melangkahkan kakiku pergi menuju UNSRI untuk berkumpul menunggu bus.

Di jalan ini aku menengok ke kiri dan kanan. Menengok setiap orang telah terbangun dipagi hari ini. Bersiap-siap untuk bekerja, sekolah atau hanya duduk saja didepan pintu menikmati angin segar dipagi hari. Sambil minum kopi dan makan pisang goreng, mereka berbincang sebentar dengan keluarga atau tetangga disekitar rumahnya.

Langkah demi langkah kujejaki lagi. Dengan becek dan banyaknya genangan air di pinggir-pinggir jalan. Sambil dilakukan tidak kendaraan di jalan aspal. Aku terus melangkah berjalan menuju ke kampus. Setelah kurang lebih 20 menit berjalan, akhirnya akupun sampai di landmark UNSRI.

Setelah hampir 1 jam menunggu, akhirnya bus yang kami tunggupun tiba. Kami satu persatu masuk ke dalam bus. Dengan diiringi semangat dipagi hari dan senyum simpul mentari pagi, kami berangkat menuju tempat tujuan.

Di dalam bus ini, kala langit dan bumi beradu dalam titik yang sama. Mengitari kota dengan sapaan langit mendung yang meneduhkan. Juga pemandangan kota, yang berbisik menunggu untuk disapa dengan mata-mata yang penuh takjub. Kami terus berjalan menunggu sampai titik temu.



Kalau rindu itu bisa diungkapkan, namun titik temu harus dituju. Tibalah kami di tempat pertemuan untuk menyusuri kota bersama dengan Bu Izzah dan teman-teman dari kelas Indralaya maupun Palembang. Dengan tujuan yang sama yaitu menulis tentang BKB dan sungai Sekanak juga pondok pesantren Muqimus Sunah yang ada di kota Palembang.


Berjalan-jalan dan menengok kesana-kemari, tersenyum dengan tenangnya. Seakan berbicara mengenai kemegahan yang ada di kota ini. Seperti dengan bangunan Belidonya, benteng Kuto Besak, dan jembatan Amperanya yang membelah sungai Musi. Sungguh indah kota ini ribuan turis atau wisatawan datang ke kota ini.

Setelah berkeliling agak lama kamipun duduk sebentar dan bertanya-tanya dengan orang yang ada di sekitar situ. Jalannya adalah kak Charles, entah itu namanya aslinya atau hanya guyonannya, aku berpikir agak lama. Lalu mengalihkan pikiranku dengan bertanya kepada dia. Mulai dari tentang beberapa tarifnya untuk naik ketek. Karena, dia seorang pengemudi ketek. Diapun memberi tahunya. Katanya kalo garis ke pulau Kemaro 250 ribu itu sewanya, kemudian kalau hanya sekedar keliling di sekitar Ampera 100 ribu saja, dan untuk menyebrang 10 ribu dari hulu ke hilir atau sebaliknya.


Tidak hanya itu saja, kamipun bertanya tentang wisatawan yang biasanya datang kesini, untuk wisata atau sekedar singgah saja. Begini katanya "kalo wisatawan dari luar negeri kebanyakan dari Malaysia, tapi tidak menutup kemungkinan yang dari Eropa atau Asia seperti Korea dan Jepang". Biasanya kalo ramenya hari sabtu atau minggu, karena itu hari libur. Kalo sepinya hari Selasa, itu sepi banget. Ujarnya saat kami wawancarai.


Di Benteng Kuto Besak ini juga sering dilakukan pergelaran seperti upacara, senam ataupun konser. Itulah rezeki berlimpah bagi pedagang, saat hari-hari seperti itu sangat berlimpah. Setelah mewawancarai kamipun pergi dari situ dan berterima kasih kepada kakak tersebut, telah mau diwawancarai. Kamipun melanjutkan menuju ke sungai Sekanak.


Di perjalanan kami sebelum menuju ke sungai Sekanak, saya menengok kiri dan kanan banyak orang-orang yang berjualan atau orang yang sedang lalu lalang. Tak lupa saya juga melihat bangunan tua. Itu adalah gedung teater tua yang dulu namanya adalah Jacobson Van Den Berg seperti peninggalan zaman Belanda, ujarku kepada diriku sendiri.

Setelah sampai di sungai Sekanak, aku dan bersama temanku menyusurinya dan bertemu dengan anak-anak disitu, sayapun bertanya siapa namanya, dia menjawab ada yang bernama Yoga, Rafael, dan Marcel namanya. Saya juga bertanya apakah mereka sering kesini, ia katanya saat libur sekolah. Lalu saya bertanya apa nama dari yang sedang kupijaki ini. Katanya adalah Dempe atau kepanjangannya adalah Dam Pelangi yang begitu indah dipandang mata. Juga corak-corak motif songket yang ada di dinding-dinding sebelah Dempe tersebut.


Kemudian dengan setelah lelahnya perjalanan, kami berserta rombongan yang lain ke pesantren Muqimus Sunah untuk beristirahat dan makan gratis disitu. Di pesantren yang begitu cantiknya, sama seperti para santriwati-santriwatinya. Membuat menakjubkannya pesantren tersebut. Pesantren tersebut memiliki 3 buah cabang dan 1 cabang baru yang rencananya akan dibuat segera. Yang sedang kami singgahi ini adalah pesantren khusus para wanitanya. Rata-rata guru di tempat tersebut adalah dari kalangan mahasiswa yang masih berkuliah dan mau mengajar.


Mungkin itulah kiranya tulisanku tentang jalan-jalan hari ini. Saya harapkan kedepannya agar wisata di kota Palembang dan sekitarnya dapat dikembangkan lagi. Seperti pedagang disekitar BKB yang agar disusun lebih rapi oleh pemerintah. Merek-merek di sungai Musi yang dibuatkan parkiran khusus agar memudahkan para wisatawan untuk menaikinya. Lalu satu lagi usul dari saya agar dibuatkan jembatan untuk para pejalan kaki dari hulu ke hilir atau sebaliknya, tidak hanya mengandalkan jembatan Ampera saja. Jika dilihat juga lebih indah nantinya jika jembatan itu terealisasi.

Semoga kota Palembang dan sekitarnya nanti dapat menjadi tujuan wisatawan yang lebih luas dan menjadi magnet bagi setiap warganya untuk dapat berinovasi meningkatkan pariwisata dan mengembangkan khas lokal yang ada di Sumatera Selatan.

Comments